Kamis, 06 Juni 2013

Meresapi Makna Injil di 100 Tahun Injil Masuk Toraja


Gereja Toraja Jemaat Sion Anutapura Palu


Banyak yang terpanggil namun sedikit yang terpilih – [Mat 22:14]
Pada 16 Maret 1913 sebanyak 20 (dua puluh) orang murid sekolah Lanschap di Makale, Toraja mengaku percaya dan menyerahkan diri untuk dibaptis oleh Hulpprediker F. Kelleng, pendeta bantu dari Bantaeng. Setahun kemudian di penghujung April 1914, sepasang pengantin baru menginjakkan kaki di Toraja memenuhi panggilan Tuhan menjadi misionaris utusan Gereformeerde Zendingsbond (GZB). Pasangan muda itu adalah Antonie Aris van de Loosdrecht dan Alida Petronella Sizoo yang kemudian mulai intens mengenalkan Injil dan kasih Kristus kepada masyarakat Toraja.

Seabad berselang, Sabtu, 16 Maret 2013; di seputar kolam Makale lokasi pembaptisan pertama, umat Kristiani Toraja dari berbagai denominasi menggelar perayaan menyambut 100 Tahun Injil Masuk Toraja (100IMT).

Membaca timeline/status medsos beberapa hari belakangan yang diramaikan oleh informasi seputar perayaan 100IMT, bangkitkan kerinduan untuk mudik. Sayang, hanya bisa berandai-andai berada di tengah warga yang melakukan pawai obor semalam di kampung nan jauh di mata itu. Keriaan, keriuhan dan keramaian kegiatan sangat terasa meski hanya bisa diikuti melalui gambar yang diunggah di medsos serta membaca beberapa berita online.

Harapan besar dalam hati semoga setiap jiwa yang hadir di sana tidak sebatas ikut euforia 100IMT saja, tapi benar-benar bisa meresapi apa arti Injil dan Kasih Tuhan dalam kehidupan sebagai pribadi yang menaruh pengharapan dan percaya pada Kristus.

Gereja Toraja Jemaat Moria Palu

Setelah melewati masa satu abad, apakah Injil benar-benar sudah menjadi dasar dalam menjalani kehidupan pribadi dan bermasyarakat di lingkungan masyarakat Toraja? Sudahkah ajaran Kristus menjadi teladan dalam kehidupan sehari-hari entah di lingkungan keluarga, RT/RW, pendidikan atau pekerjaan?

Dua hari yang lalu saya menerima terusan email dari seorang sahabat yang dilampiri surat pengaduan dari seorang warga Toraja yang anaknya menjadi korban perkosaan untuk disampaikan kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Ayah korban memohon dengan sangat agar anak mereka yang masih di bawah umur mendapat perlindungan dari KPAI.

Kemana larinya ajaran dan teladan Kristus itu, jika lelaki yang harusnya bisa menjadi teladan sebagai sosok bapak kepada anaknya malah melakukan tindakan biadab? Disampirkan di belakang lemari atau digantung di atas para-para saat keluar dari rumah? Hati ini hancur membaca email yang diakhiri tanya prihatin dari sahabat saya,”Apa lagi yang bisa kita lakukan bersama untuk menghadapi perbuatan biadab ini?”

Ketika kita mengenal Injil hanya sebatas kulitnya, segala kemungkinan yang buruk dengan gampang bisa mempengaruhi pikiran dan tindak tanduk kita.

Saya jadi teringat pesan – pesan yang disampaikan Bante Piyadhiro pada saat menerima kami di pelataran Vihara Ratanava Arama, Lasem, Jawa  Tengah, Minggu pagi (10/03/13) yang lalu. Beliau sangat prihatin dengan banyaknya keonaran di masyarakat yang kemudian disangkutpautkan dan menyalahkan ajaran agama sebagai sumber permasalahan. Padahal inti permasalahannya bersumber dari tidak dewasanya pribadi yang terlibat di dalamnya secara iman.

Banyak dari kita yang sering menyebut nama Tuhan tapi TIDAK dekat dengan Tuhan! Who is HE? Lalu bagaimana menjalin hubungan karib dengan Tuhan? Ya dengan beribadah dan mendekatkan diri secara pribadi. Caranya lewat ibadah, membaca firmanNya, meditasi dan doa.

Gereja Toraja Jemaat Elim Sausu Kab. Parigi Moutong

Kenapa orang gak bisa dekat sama Tuhan? Karena hatinya masih diliputi iri hati, benci, dendam, kecewa dan segala hal yang mengotorinya. Eittsss, tapi hati-hati! Meski setiap saat kita bisa melihat orang melakukan ibadah tapi kan gak ketahuan apa yang ada di dalam hatinya. Jadi jangan lihat casingnya tapi lihatlah isinya ;)
Tulisan ini saya akhiri dengan mengutip apa yang dituangkan oleh Theodora Benson dalam bukunya In the East My Pleasure Lies (1938) yang dirangkum oleh George Miller dalam Indonesia Timur Tempo Doeloe 1544 – 1992:

Suku Toraja yang menetap di daerah tengah Sulawesi Selatan merupakan bagian dari ras Melayu-Polinesia. Mereka adalah orang-orang yang tidak mengenal Tuhan; baik Kristen maupun Islam tidak mampu berbuat banyak untuk mengubah pemikiran dan kepercayaan yang dianut oleh mereka.

Sang Pengawas memberitahu saya bahwa tidak mungkin orang Toraja dibiarkan begitu saja dengan kepercayaannya. Seiring berjalannya waktu, jika mereka tidak beralih menganut Kristen, maka mereka akan menjadi pengikut Muhammad. Suatu ketika sang Pendeta menunjuk ke arah seekor babi dan berkata,”Babi itu merupakan teman dari misi ini.”

Kesenangan penduduk bukit ini terhadap daging babi merupakan senjata kuat untuk melawan janji abadi yang ditawarkan oleh Islam. Bahwa jika anda beribadah ke Makkah anda harus melakukan apa saja yang hanya boleh dilakukan dan anda dijamin pasti akan masuk surga. Dan memang sebuah surga!

Hidup adalah pilihan. Karena Tuhan yang kita sembah adalah Allah yang menjunjung tinggi nilai demokrasi, Dia memberikan kebebasan kepada umatNya untuk menentukan pilihannya. Anda berada pada kelompok yang mana? menjadi kristen karena terlahir dalam keluarga yang turun temurun memeluk agama kristen, karena panggilan jiwa untuk meneladani Kristus atau seperti yang diungkapkan oleh Benson di atas biar tetap bisa makan daging babi?

Kita semua rindu Toraja mengalami pemulihan, Tuhan memberkati Toraja untuk menjadi berkat bagi Indonesia. Semoga kita tidak terbuai dan hanya ikut-ikutan arus euforia momentum 100IMT sebagai satu seremoni yang meriah lalu kembali dilupakan ketika badan butuh istirahat dari lelah mempersiapkan pagelaran kala pesta berakhir. Salama’ko anta pada salama’!

sumber : www.gerejatoraja.org